Rabu, 24 Desember 2014

Tantangan Indonesia Dalam Menuju Poros Maritim Dunia

Prof. Dr. Hasjim Djalal: Tantangan Indonesia Dalam Menuju Poros Maritim Dunia

    Presiden Joko Widodo telah mencanangkan Indonesia sedang memprioritaskan pembangunan kemaritiman di Indonesia yang sering digambarkan sebagai Indonesia menuju poros maritim dunia.  Saya menangkap maksud pemerintah adalah memanfaatkan faktor-faktor kelautan dan kemaritiman Indonesia dalam memajukan kesejahteraan rakyat dan posisi Indonesia di kawasan maupun di dunia.
    Berbagai tantangan harus dihadapi di dalam mengembangkan kemaritiman Indonesia tersebut.  Salah satu tantangan yang terbesar adalah mengembangkan mindset bangsa Indonesia menjadi bangsa maritim dalam arti memahami peranan laut Indonesia bagi kepentingan Indonesia di berbagai bidang.
    Hal ini memerlukan pemahaman tentang kekayaan alam laut Indonesia, letaknya yang sangat strategis di percaturan politik regional maupun internasional, serta ruang lautnya sendiri yang harus dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.  Di samping itu, perjuangan kelautan Indonesia sejak puluhan tahun terakhir (sejak 1957) telah membuat dunia mengakui berbagai jenis kelautan bagi Indonesia.  Konvensi Hukum laut PBB 1982 di mana Indonesia sangat aktif memperjuangkan kepentingan kelautannya telah mengakui berbagai jenis hak Indonesia atas laut.
    Indonesia sebagai Negara Kepulauan diakui mempunyai 1 (satu) kedaulatan wilayah atas 3 jenis lautnya yang diidentifikasi sebagai ‘perairan pedalaman’, ‘perairan kepulauan’, dan ‘laut wilayah’.  Di dalam perairan ini, Indonesia mempunyai kedaulatan wilayah atas seluruh kekayaannya dan ruang lautnya, termasuk dasar laut dan udaranya dengan beberapa ketentuan, antara lain adanya pengakuan terhadap hak lewat orang lain melalui perairan-perairan tersebut.  Hak lewat itu pun bermacam-macam pula hakekatnya, tergantung dari jenis laut tersebut, misalnya ada hak lewat innocent passage melalui ‘perairan kepulauan’ dan ‘laut wilayah’, ada hak archipelagic sea lanes passage melalui ‘alur laut kepulauan’ tertentu di perairan kepulauan dan laut wilayah tersebut, dan hak transit passage melalui selat yang dipakai untuk pelayaran internasional.  Pemahaman ketiga jenis hak lewat ini sangat penting kiranya dalam menjaga keamanan, pertahanan dan keutuhan perairan Indonesia tersebut.
    Di luar kedaulatan wilayah tersebut, Konvensi Hukum Laut PBB juga mengakui ‘hak-hak berdaulat’ dan ‘kewenangan-kewenangan’ tertentu Indonesia.  Misalnya terhadap apa yang dinamakan dengan Zona Berdekatan atau Zona Tambahan, Zone Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen.  Zona Berdekatan adalah kawasan laut 12 mil di luar laut territorial yang mengelilingi Indonesia atau sejauh 24 mil dari garis-garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar Indonesia.  Walaupun Indonesia tidak punya kedaulatan atas Zona Tambahan tersebut, namun Konvensi Hukum Laut memberikan hak kepada negara kepulauan Indonesia untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan tertentu di perairan tersebut, seperti kewenangan melaksanakan pengawasan atas ketentuan-ketentuan keuangan, bea cukai, keimigrasian, dan pengawasan kesehatan/karantina.  Sayangnya Indonesia sampai sekarang belum lagi membuat UU atau peraturan-peraturan tentang Zona Tambahan ini.  Di samping itu, Indonesia juga berhak mengontrol barang-barang berharga dan pengangkatan kapal-kapal karam yang berada di dalam Zona Tambahan tersebut sebagaimana halnya kewenangan mengelola benda-benda bersejarah dari kapal-kapal karam yang ditemukan di dalam Perairan Kepulauan dan Laut Wilayah Indonesia.
    Indonesia juga mempunyai hak-hak tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil dari garis pangkal kepulauannya.  Di zona ini Indonesia mempunyai kedaulatan atas kekayaan alamnya, termasuk perikanan, dan tidak ada orang yang boleh mengambilnya tanpa seizin Indonesia.  Walaupun Indonesia tidak mempunyai kedaulatan wilayah atas Zona Ekonomi Eksklusif tersebut, namun Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat atas seluruh kekayaannya dan hak mengatur pemeliharaan lingkungan laut, penelitian ilmiah kelautan dan dalam melaksanakan pembangunan bangunan-bangunan dan pulau-pulau buatan di ZEE tersebut.
    Kewenangan Indonesia juga diakui terhadap kekayaan alam yang ada di dasar laut landas kontinen, termasuk jenis-jenis sedentary fisheries, sampai sejauh 200 mil dari garis-garis pangkal kepulauan dan kalau daerah dasar laut tersebut masih dapat dibuktikan sebagai kelanjutan alamiah wilayah daratnya, maka kewenangan Indonesia juga diakui di landas kontinen tersebut sampai sejauh kelanjutan alamiah wilayah daratnya yang bisa sampai 350 mil dari garis-garis pangkal perairan kepulauan Indonesia.  Hal ini tentunya memerlukan banyak penelitian dan pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, baik atas factor geologi/hydrografi maupun kekayaan alam yang tersembunyi di dalamnya, serta teknologi pengangkatannya, dan lain-lain.
    Di luar laut-laut yurisdiksi Indonesia tersebut, Indonesia juga berhak untuk memanfaatkan kekayaan alam di samudera luas, baik perikanan maupun mineral di dasar samudera luas tersebut.  Pelaksanaan hak perikanan di samudera luas ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum laut internasional dan kesepakatan-kesepakatan regional (Regional Fisheries Management Organization – RFMOs).  Di samping itu, hak Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam memanfaatkan kekayaan alam di dasar samudera luas (terutama mineral dan energi) juga dilaksanakan dengan bekerjasama dengan Badan Otorita Dasar Laut Internasional yang berpusat di Jamaika.
    Di samping itu, ruang laut, termasuk di luar kewilayahan dan kewenangan Indonesia, juga terbuka bagi Indonesia untuk mengembangkan kemampuannya di bidang pelayaran dan perkapalan.  Seperti diketahui, pelaut-pelaut Indonesia banyak terlibat aktif dalam pemanfaatan kekayaan alam dan ruang samudera luas dengan menjadi anak buah di kapal-kapal negara asing, baik kapal-kapal perikanan maupun kapal-kapal pariwisata, baik di samudera Pasifik maupun samudera Hindia, ataupun di Arktik, samudera Atlantik dan Karibia.  Kiranya visi kemaritiman Indonesia juga harus mampu memanfaatkan peranan anak-anak Indonesia di kapal-kapal asing tersebut termasuk dan terutama kapal perikanan yang mengarungi samudera luas.
    Di samping mengenal berbagai jenis laut Indonesia dan hak-haknya atas samudera luas di luar kewilayahan dan kewenangannya, Indonesia harus pula mampu memahami hak-hak internasional atas perairannya sendiri, seperti berbagai jenis hak lintas melalui perairan Indonesia (hak innocent passage, transit passage, archipelagic sea lanes passage), freedom of navigation and over-flight di ZEE, traditional fishing rights negara-negara lain di perairan Indonesia (dan traditional fishing rights Indonesia di perairan negara lain, seperti di Australia) berdasarkan suatu persetujuan khusus, dan lain-lain.
    Selain itu, Indonesia harus pula mengenal berbagai-bagai kekayaan alam yang terdapat di berbagai-bagai perairan tersebut, baik yang dalam wilayah kedaulatan maupun di luarnya, maupun yang hidup dan yang tidak hidup, dan lain-lain seperti arus, angin, energi laut, kapal-kapal karam dan benda-benda historis, dan lain-lain.
    Tantangan Indonesia lainnya adalah mampu mempertahankan kedaulatan dan keamanan wilayah, keselamatan pelayaran, kesatuan dan persatuan nasional dalam memanfaatkan ruang laut, perhubungan/transportasi laut, maupun kekayaannya.  Karena itu kemampuan TNI-AL, TNI-AU, Bakorkamla (kini BAKAMLA), dan instansi-instansi yang terkait dengan pengelolaan, pemanfaatan dan pengamanan laut memang harus ditingkatkan, apalagi mengingat laut Indonesia yang sudah semakin luas, baik laut yang berada dalam kedaulatannya maupun yang berada dalam kewenangannya, baik di bawah laut atau dasar laut dan tanah di bawahnya, maupun udara di atasnya.
    Karena itu, Indonesia juga harus:
    1. Mampu menghapuskan  IUU fishing dan mencegah segala macam bentuk penyelundupan dan pelanggaran hukum di perairan Indonesia, baik di wilayahnya maupun di daerah kewenangannya.
    2. Mampu memelihara lingkungan laut  dan memanfaatkan kekayaan alamnya secara sustainable. (Catatan: Menteri Lingkungan kini disatukan dengan Menteri Kehutanan, dan kurang jelas apakah tugas Menteri Lingkungan juga termasuk memelihara lingkungan laut, ataukah tugas ini termasuk tugas Menteri Kelautan dan Perikanan).
    3. Mampu menetapkan dan mengelola berbagai perbatasan maritim dengan negara tetangga, baik territorial maupun kewenangan, serta menjaga keamanan berbagai perbatasan tersebut.
    4. Mampu memajukan dan menjaga keselamatan pelayaran melalui perairan Indonesia.
    5. Mampu memanfaatkan otonomi daerah yang konstruktif mengenai kelautan.
    6. Mampu memanfaatkan kekayaan alam dan ruang laut diluar perairan dan kewenangan Indonesia seperti di laut bebas dan di dasar laut internasional.  Untuk ini diperlukan peranan yang sangat penting dari pengembangan ilmu kelautan dan teknologi kelautan.
    7. Mampu memahami perkembangan geo-strategis dan geo-ekonomi yang terjadi/ sedang berkembang di sekitar dan di sekeliling Indonesia dan dapat mencegah pengaruh negatifnya terhadap Indonesia, dan memanfaatkan peluang-peluang yang sedang berkembang.
    Sebagai kesimpulan, negara maritim Indonesia harus mampu memanfaatkan semua unsur kelautan di sekelilingnya untuk kepentingan rakyatnya dan untuk mempertahankan Indonesia sebagai satu negara kepulauan yang didiami oleh satu bangsa yang hidup dalam satu negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia; suatu kesatuan yang mencakup darat, laut, dasar laut, udara, dan seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya.
    Saya berharap agar Menko Kemaritiman dalam kabinet sekarang ini paling tidak dapat mengembangkan koordinasi dan kerjasama paling tidak dengan 9 kementerian terkait pengelolaan kemaritiman, yaitu:
    1. Kementerian Perhubungan
    2. Kementerian Kelautan dan Perikanan
    3. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
    4. Kementerian Pertahanan
    5. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
    6. Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi
    7. Kementerian Luar Negeri
    8. Kementerian Dalam Negeri yang juga banyak kaitannya dengan masalah kemaritiman, terutama dalam pengelolaan aspek-aspeknya yang berkaitan dengan negara-negara tetangga dan dunia internasional, serta dengan
    9. Kementerian Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas.

    Jumat, 19 Desember 2014

    Senin, 08 Desember 2014

    Data Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM

    Penjelasan dan Cara Download Data Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM

    0
    TRMM merupakan singkatan dari Tropical Rainfall Measuring Mission yang merupakan misi antara NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) untuk pengukuran curah hujan di wilayah tropis. Satelit TRMM diluncurkan pada tanggal 27 November 1997 pada jam 6:27 pagi waktu Jepang dan dibawa oleh roket H-II di pusat stasiun peluncuran roket milik JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) di Tanegashima-Jepang.
    TRMM dirancang khusus untuk mengukur curah hujan di daerah tropis dan subtropis, serta memberikan informasi tentang ketinggian atmosfer dimana pemanasan dan pendinginan yang terkait dengan hujan sedang berlangsung. Sebagai satelit yang mengorbit bumi, TRMM memberikan laporan bulanan curah hujan total yang jatuh di suatu daerah.

    Ada dua misi yang dimiliki oleh satelit TRMM yakni : 1. Untuk mengukur curah hujan dari antariksa, baik itu distribusi horisontalnya maupun profil vertikalnya dan 2. Untuk mengukur curah hujan sepanjang wilayah tropis dimana merupakan wilayah yanghujannya paling banyak.

    Karakteristik TRMM
    1.    Berorbit polar dengan inklinasi sebesar 350 terhadap ekuator
    2.    Ketinggian orbit 403 km
    3.    Resolusi spasial data yang dihasilkan dari 0,25º x 0,25º; 0,5º x 0,5º; 1,0º x 1,0º dan 5,0º x 5,0º
    4.    Resolusi temporal data yang dihasilkan dari tiap 3 jam-an sampai bulanan
    5.    Jangkauan wilayah pengamatan 50 LU-50 LS dan 180 BT-180 BB
    Sensor Satelit TRMM
    1. PR (Precipitation Radar)
    PR memiliki resolusi horizontal di permukaan sekitar 5 km dan lebar sapuan 247 km. Salah satu fitur yang paling penting adalah kemampuan PR dalam menyediakan profil vertikal hujan dan salju dari permukaan hingga ketinggian sekitar 20 km dengan resolusi vertikal setiap 250 m dan sensitivitas sinyal minimum yang mampu dideteksi sensor PR ini lebih kurang 20 dBz atau setara dengan kecepatan curah hujan sekitar 0,7 mm/jam. Sensor PR ini bekerja pada frekuensi 13,8 GHz untuk mengukur distribusi presipitasi secara 3 dimensi dan untuk menentukan kedalaman lapisan presipitasi. Sensor PR mampu mendeteksi ukuran hujan, kecepatan, dan ketinggiannya. Seperti halnya radar cuaca di bumi, PR memancarkan pulsa energi elektromagnetik dan mengukur energi balik yang dipantulkan oleh curah hujan di atmosfer.
    1. TMI (TRMM Microwave Imager)
    TMI adalah sensor gelombang mikro pasif yang dirancang untuk memberikan informasi kuantitatif curah hujan. TMI mampu mengukur uap air, kandungan air dalam awan, awan es, tipe hujan dan intensitas curah hujan di atmosfer dengan mengukur berapa menit yang dibutuhkan energi gelombang mikro yang dipancarkan oleh bumi dan atmosfer. Sensor TMI beroperasi pada 5 frekuensi yaitu 10,65; 19,35; 37,0; 85,5 GHz dan 22,235 GHz.
    1. VIRS (Visible Infrared Scanner)
    VIRS menggunakan cermin berputar untuk memindai sepanjang trek dari observasi TRMM dan menyapu wilayah dengan lebar 833 km sebagai proses observasi di sepanjang orbitnya. Sensor ini terdiri dari 5 kanal dengan panjang gelombang masing-masing 0,63; 1,6; 3,75, 10,8 dan 12 μm. Sensor VIRS ini terutama digunakan untuk pemantauan liputan awan, jenis awan dan temperatur puncak awan. Resolusi spasial dari data yang dihasilkan oleh sensor VIRS ini adalah 2,2 km.
    1. LIS (Lightning Imaging Sensor)
    LIS merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi dan mengetahui lokasi petir di sepanjang wilayah tropis. Data yang tercatat meliputi waktu dari peristiwa petir, energi radiasinya (seberapa tingkat kecerahan petir) dan perkiraan lokasi petir. LIS berdiameter sekitar 8 inci dan tingginya 14 inci.
    1. CERES (Clouds and Earth’s Radiant Energy System)
    Data dari sensor CERES ini dapat digunakan untuk mempelajari pertukaran energi antara matahari, atmosfer bumi, permukaan dan awan, serta ruang. CERES mengukur energi pada bagian atas atmosfer dan mengestimasi energi di atmosfer serta di permukaan bumi. CERES juga dapat menentukan sifat awan, termasuk jumlah awan, ketinggian, ketebalan, dan ukuran partikel awan.
    Sensor Satelit TRMM
    Model Satelit TRMM
    TRMM tidak hanya menyediakan data curah hujan tetapi yang lebih penting adalah informasi mengenai panas yang dilepaskan ke atmosfer sebagai bagian dari proses yang mengakibatkan hujan. Keseimbangan energi atmosfer global menunjukkan bahwa hanya sekitar seperempat dari energi yang dibutuhkan untuk mendorong sirkulasi atmosfer global berasal dari energi matahari langsung. Tiga perempat lainnya adalah energi yang ditransfer ke atmosfer oleh penguapan air, terutama dari laut. Energi matahari yang melewati atmosfer menuju permukaan laut sebagian besar diserap dan mengalami penguapan. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air (merubah air menjadi gas) disebut panas laten penguapan. Disebut laten karena tersembunyi jauh di molekul-molekul uap air.
    Panas laten energi yang terkandung dalam awan tidak dapat dilihat atau diukur secara langsung. Namun curah hujan yang merupakan produk dari pelepasan panas laten ini dapat diukur. Sayangnya, masih terdapat ketidakpastian sebesar 50% pada jumlah curah hujan di wilayah tropis. Kecuali jika kita dapat menentukan jumlah curah hujan dan energi yang dilepaskan ketika hujan terjadi. Para ilmuwan mengukur panas laten terkait dengan proses kondensasi dan penguapan pada skala global dengan menggunakan satelit TRMM ini.
    Perkiraan panas yang dilepaskan ke atmosfer pada ketinggian yang berbeda berdasarkan pada pengukuran ini dapat digunakan untuk meningkatkan model sirkulasi atmosfer global. Model ini yang kemudian akan memberikan nilai estimasi curah hujan pada satelit TRMM.
    TRMM adalah sebuah alat yang mengukur radiasi yang diemisikan oleh zat cair atau yang dihamburkan oleh es di awan. Radiasi ini diterima sebagai sinyal-sinyal yang kemudian sinyal-sinyal ini dapat dikonversi menjadi jumlah curah hujan.
    Para ilmuwan mengembangkan model atmosfer cuaca dan sistem iklim untuk mensimulasikan proses nyata yang mengendalikan cuaca dan sistem iklim. Model ini memberikan persamaan matematika yang mewakili hubungan apa-apa yang terjadi dalam sistem atmosfer. Kompleksitas model cuaca/iklim ini memerlukan penggunaan teknologi komputer super canggih.
    Model cuaca/iklim yang digunakan saat ini menggabungkan karakteristik darat, laut, dan udara. Model ini disebut “coupled model” yang berguna bagi para ilmuwan untuk memahami proses iklim.
    Agar model dapat menghasilkan sebuah perkiraan atau prediksi kondisi atmosfer di masa depan maka dibutuhkan data saat ini. Dengan kata lain, model akan tampil jauh lebih baik jika diberikan tidak hanya dari apa yang terjadi pada mulanya, tetapi apa yang terus terjadi dalam sistem cuaca/iklim yang terus berubah.
    Estimasi Curah Hujan oleh Satelit TRMM
    Instrumen utama satelit TRMM untuk mengukur curah hujan adalah sensor Presipitation Radar (PR), TRMM Microwave Imager (TMI), dan Visible Infrared Scanner (VIRS). Semua sensor tersebut dapat berfungsi sendiri-sendiri ataupun berkombinasi satu sama lain.
    Masing-masing sensor tersebut mengumpulkan data sesuai dengan spesifikasi masing-masing. Data yang terkumpul kemudian diproses oleh satelit TRMM dengan menggunakan model persamaan yang dimilikinya. Seperti halnya suatu persamaan, semua variabel dan konstanta akan diproses sehingga menghasilkan suatu nilai tertentu. Nilai inilah yang menjadi nilai estimasi curah hujan satelit TRMM.
    Data estimasi Curah Hujan satelit TRMM
    untuk data harian, dapat didownload di sini
    untuk data per 3-jam, dapat didownload di sini
    untuk data bulanan, dapat didownload di sini

    Senin, 01 Desember 2014

    Kebijakan KKP

    Kapal Thailand Curi Ikan, Susi Panggil Dubes

    TEMPO.COJakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan telah bertemu dengan Duta Besar Thailand untuk Indonesia, Paskorn Siriyaphan. Pertemuan tersebut membahas pencurian ikan di perairan Indonesia oleh kapal-kapal nelayan milik asing. (Baca: Malaysia Stop Ekspor Ikan ke Singapura)
    Pada Jumat, 21 November 2014, Menteri Susi bersama Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo mengumumkan pemerintah telah menangkap lima kapal asing ilegal di Laut Natuna, Kepulauan Riau. Kapal-kapal itu akan ditenggelamkan untuk memberikan efek jera.
    Menurut Susi, empat dari lima kapal asing itu berasal dari Thailand. Setelah penangkapan, Susi meminta pengusaha perikanan di Thailand tak menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. "Saya menyampaikan ke Duta Besar Thailand agar jangan melakukan apa pun. Do more nothing," ujar Susi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin media massa di kantornya, Senin, 1 Desember 2014. (Baca: Waspadai Pencurian Ikan, Polisi Jaga Tepi Laut)
    Menurut Susi, dalam pertemuan tersebut, Siriyaphan menyatakan tak keberatan bila pemerintah Indonesia bertindak tegas terhadap kapal asing yang kedapatan mencuri ikan. "Dubes Thailand menyatakan silakan kalau mau ditindak secara hukum," tutur Susi. Akibat illegal fishing, kata Susi, potensi kerugian yang dialami Indonesia mencapai US$ 15-20 miliar.
    Padahal sektor perikanan, ujar Susi, seharusnya bisa menjadi andalan bagi Indonesia. Dengan garis laut terpanjang kedua di dunia, ekspor ikan Indonesia hanya menduduki peringkat kelima di ASEAN. Ironisnya, "Harga ikan di Indonesia mahal sekali," tuturnya.
    Dalam wawancara khusus dengan Tempo beberapa waktu lalu, Susi menyatakan siap menenggelamkan kapal pencuri ikan untuk mengatasi hal ini. Susi mengaku geram dengan aktivitas pencurian ikan. Susi siap mengerahkan pesawat Susi Air miliknya untuk mengebom kapal asing itu satu per satu. "Asalkan presiden kasih perintah, saya lakukan dengan senang hati," ujar Susi.
    GRACE GANDHI | DEVY ERNIS
    Dikutip dari :
    https://id.berita.yahoo.com/kapal-thailand-curi-ikan-susi-panggil-dubes-063037309--finance.html
    02/12/14

    Jumat, 31 Oktober 2014

    WRITTEN BY ADMINISTRATOR Category: Berita AMDAL
    Published on 12 December 2012Hits: 458
    Print

    {http://sigmapt.com/main/Peraturan_peraturan/PermenLH-05-Tahun-2012.pdf|400|300}
     
    WRITTEN BY ADMINISTRATOR Category: Berita AMDAL
    Published on 12 December 2012Hits: 2886
    Print
    URAIAN KEGIATAN

    A.   PERENCANAAN KEGIATAN
    Langkah-langkah pengerjaan AMDAL dapat dikelompokkan menjadi tahap pelingkupan, tahap analisis, dan tahap perencanaan pengendalian. Semua harus dilakukan berurutan karena hasil suatu langkah akan mempengaruhi arah langkah selanjutnya. Setelah ketiga tahap itu selesai, rancangan kegiatan akan dinilai kelayakan lingkungannya.
    Ada pun tahap pengerjaan AMDAL tesebut diuraikan dalam prosedur AMDAL yang terdiri dari:
    a)    Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
    b)   Proses pengumuman
    c)    Proses pelingkupan (scoping)
    d)    Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
    e)    Kesepakatan KA-ANDAL
    f)     Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
    g)    Persetujuan Kelayakan Lingkungan

    a)    Proses Penapisan
    Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.
    Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
    b)   Proses Pengumuman
    Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan.
    Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang  Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
    c)    Proses Pelingkupan
    Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotesis) yang terkait dengan rencana kegiatan.
    Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkaiti dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.
    d)    Proses penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
    Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
    Hasil penilaian KA ANDAL adalah Surat Kesepakatan KA ANDAL yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan ANDAL, RKL dan RPL.
    e)    Proses penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL:
    Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
    f)     Persetujuan kelayakan lingkungan
    1)    Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana usaha dan/atau kegiatan diterbitkan oleh:
    a)    Menteri, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai pusat;
    b)   Gubernur, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi provinsi; dan
    c)    Bupati/walikota, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai kabupaten/kota.
    2)    Penerbitan keputusan wajib mencantumkan:
    a)    Dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan; dan
    b)   Pertimbangan terhadap saran, pendapat dan tanggapan yang diajukan oleh warga masyarakat.
    Pada dasarnya dokumen AMDAL berlaku sepanjang umur usaha atau kegiatan. Namun demikian, dokumen AMDAL dinyatakan kadaluarsa apabila kagiatan fisik utama suatu rencana usaha atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungannya.
    Dalam hal dokumen AMDAL dinyatakan kadaluarsa, maka Pemrakarsa dapat mengajukan dokumen AMDALnya kepada instansi lingkungan yang bertanggung jawab untuk dikaji kembali, apakah harus menysun AMDAL baru atau dapat mempergunakan kembali untuk rencana kegiatannya.
    Keputusan kelayakan lingkungan dinyatakan batal apabila terjadi pemindahan lokasi atau perubahan desain, proses, kapasitas, bahan baku dan bahan penolong atau terjadi perubahan lingkungan yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau sebab lain sebelum usaha atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan. Apabila Pemrakarsa kegiatan hendak melaksanakan kegiatannya kembali maka Pemrakarsa wajib mengajukan perubahan pada Menteri/ Gubernur/ Bupati/ Walikota sesuai kewenangannya untuk diputuskan apakah diwajibkan untuk membuat AMDAL baru atau membuat adendum ANDAL, KL, dan RPL; atau mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan. Penetapan keputusan perubahan tersebut akan dibuat dalam suatu pengaturan mengenai kriteria perubahan yang lebih rinci.
    Izin lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
    Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
    ž  penyusunan AMDAL dan UKL-UPL;
    ž   penilaian AMDAL dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
    ž  permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.

     
    WRITTEN BY ADMINISTRATOR Category: Berita AMDAL
    Published on 12 December 2012Hits: 3485
    Print
    PIHAK BERKEPENTINGAN DALAM AMDAL

    Pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses Amdal adalah Pemerintah, pemrakarsa, masyarakat yang berkepentingan. Peran masing-masing pemangku kepentingan tersebut secara lebih lengkap adalah sebagai berikut:
    a.    Pemerintah
    Pemerintah berkewajiban memberikan keputusan apakah suatu rencana kegiatan layak atau tidak layak lingkungan. Keputusan kelayakan lingkungan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan rakyat dan kesesuaian  dengan kabijakan  pembangunan berkelanjutan. Untuk mengambil keputusan, pemerintah memerlukan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, baik yang berasal dari pemilik kegiatan/pemrakarsa maupun dari pihak-pihak lain yang berkepentingan. Informasi tersebut disusun secara sistematis dalam dokumen AMDAL. Dokumen ini dinilai oleh Komisi penilai AMDAL untuk menentukan apakah informasi yang terdapat didalamnya telah dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan untuk menilai apakah rencana kegiatan tersebut dapat dinyatakan layak atau tidak layak berdasarkan suatu krieria kelayakan lingkungan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
    b.    Pemrakarsa
    Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemrakarsa inilah yang berkewajiban melaksanakan kajian Amdal. Meskipun pemrakarsa dapat menunjuk pihak lain (seperti konsultan lingkungan hidup) untuk membantu melaksanakan kajian Amdal, namun tanggung jawab terhadap hasil dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Amdal tetap di tangan pemrakarsa kegiatan.
    c.    Masyarakat yang berkepentingan
    Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh oleh segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. Masyarakat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Amdal yang setara dengan kedudukan pihak-pihak lain yang terlibat dalam Amdal. Di dalam kajian Amdal, masyarakat bukan obyek kajian namun merupakan subyek yang ikut serta dalam proses pengambilan keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan Amdal. Dalam proses ini masyarakat menyampaikan aspirasi, kebutuhan, nilai-nilai yang dimiliki masyarakat dan usulan-usulan penyelesaian masalah untuk memperoleh keputusan terbaik.
    Dalam proses Amdal masyarakat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
    ·         Masyarakat terkena dampak: masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana kegiatan (orang atau kelompok yang diuntungkan (beneficiary groups), dan orang atau kelompok yang dirugikan (at-risk groups)
    ·         Masyarakat Pemerhati: masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap kegiatan maupun dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkan.
    Pasal 9 ayat (2) PP 27 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pengikutsertaan masyarakat dilakukan melalui pengumuman rencana usaha dan/ atau kegiatan, dan konsultasi publik. Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak diumumkan, masyarakat berhak mengajukan saran, dan tanggapan terhadap rencana usaha dan atau kegiatan.
    d.    Penyusun dokumen AMDAL
    Penyusun dokumen AMDAL adalah orang yang memiliki kompetensi pada kualifikasi tertentu dan bekerja di bidang penyusunan dokumen AMDAL.
    1.    Tim penyusun dokumen AMDAL terdiri dari:
    a.    Ketua Tim Penyusun AMDAL
    b.    Anggota Tim Penyusun AMDAL
    2.    Kualifikasi Tim Penyusun AMDAL :
    Pemrakarsa pada umumnya membutuhkan jasa Tim Konsultan untuk mengerjakan AMDAL dari rencana kegiatanya. Tentu tidak sembarangan untuk dapat menjadi anggota Tim Konsultan itu. Mereka harus memahami metodologi penyusunan AMDAL, termasuk dalam melakukan pelingkupan, prakiraan dampak dan evaluasinya, serta perencanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Untuk menjamin kompetensi dari para penyususn AMDAL, KLH mewajibkan mereka untuk memiliki sertifikat kompetensi sebelum dapat terlibat sebagai ketua atau anggota Tim Konsultan. Kewajiban ini disebutkan dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang PPLH berikut sanksi bagi mereka yang melanggarnya.
    Mulai tanggal 30 Oktober 2010 penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikasi kompetensi. Apabila penyusun dokumen AMDAL tidak mengindahkan kewajiban tersebut, maka penyusun AMDAL yang tidak memiliki sertifikat kompetensi penyusun AMDAL akan dikenakan sesuai Pasal 110 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 (dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,- (tiga milyar upiah). Pemerintah telah memberi kelonggaran bagi dokumen AMDAL yang sudah diproses di komisi penilai AMDAL sebelum 30 Oktober 2010 dapat dilanjutkan hingga dokumen selesai tanpa menyertakan sertifikasi bagi penyusun dokumen AMDAL.
    Menteri Negara Lingkungan Hidup juga mewajibkan lembaga penyedia jasa penyusun dokumen MDAL darimana Tim penyusun berasal untuk teregistrasi di KLH. Lembaga penyedia jasa penysun dokumen AMDAL adalah lembaga berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa penyusunan dokumen AMDAL. Ada beberapa syarat untuk memperoleh tanda registrasi tersebut. Salah satunya adalah perusahaan itu yang setidaknya memiliki 2 (dua) tenaga ahli penyusun AMDAL yang sudah bersertifikat. Semua persyaratan ini diberlakukan KLH agar kualitas hasil kajian AMDAL dapat lebih terjaga. Tanpa AMDAL yang berkualitas, sulit bagi pihak-pihak berkepentingan untuk mengambil keputusan dengan tepat.

     
    WRITTEN BY ADMINISTRATOR Category: Berita AMDAL
    Published on 12 December 2012Hits: 1180
    Print
    AMDAL

    AMDAL adalah singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, dan Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
    AMDAL sendiri merupakan suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan/proyek, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek layak atau tidaklayak lingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun dengan mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat.
    AMDAL dilakukan untuk menilai kelayakan lingkungan dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Melalui proses AMDAL, suatu kegiatan yang dinyatakan layak lingkungan akan memperoleh Surat Kelayakan Lingkungan. Pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Kelayakan Lingkungan adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup di tingkat penilaian pusat, Gubernur di tingkat povinsi, Bupati/ Walikota di tingkat kabupaten/ kota. Surat Kelayakan Lingkungan dibutuhkan oleh instansi pemberi izin sebagai pasyarat penerbitan Izin Lingkungan bagi suatu kegiatan.

    Maksud  Dan Tujuan AMDAL
    Maksud pelaksanaan dan penyusunan dokumen AMDAL adalah :
    1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.
    2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
    3. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
    4. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.

    Tujuan pelaksanaan dan penyusunan dokumen AMDAL adalah untuk :
    1. Mengetahui dampak penting dari suatu rencana usaha dan/ ataukegiatan.
    2. Menjamin keberlangsungan usaha dan/atau kegiatan karena adanya proporsi aspek ekonomis, teknis, dan lingkungan.
    3. Menjadi bukti ketaatan hukum, seperti perijinan.
     
    WRITTEN BY ADMINISTRATOR Category: Berita AMDAL
    Published on 12 December 2012Hits: 1776
    Print

    TATA CARA PELAKSANAAN
    Inti dari pengerjaan AMDAL adalah perkiraan dampak. Dalam langkah itu, pemrakarsa akan memprakirakan besaran dari dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh berbagai komponen kegiatan. Hasil prakiraan kemudian akan dievaluasi guna menentukan sifat dampak dan perlu tidaknya dampak tersebut dikendalikan. Metodologi prakiraan dampak harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Demikian juga dengan data yang digunakan dan tentunya tenaga ahli yang dilibatkan dalam prakiraan dampak.
    Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PP 27 Tahun 2012, dokumen Amdal yang terdiri dari 4 (empat) dokumen, yaitu:
    • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
    • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
    • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
    • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

    • Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
    KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang berisis tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi penentuan dampak-dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL. Sedangkan kedalaman studi berkaitan dengan penentuan metodologi yang akan digunakan untuk mengkaji dampak. Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini merupakan kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai Amdal melalui proses yang disebut dengan proses pelingkupan.
    •  Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
    ANDAL adalah dokumen yang berisi telaahan secara cermat terhadap dampak penting dari suatu rencana kegiatan. Dampak-dampak penting yang telah diidentifikasi di dalam dokumen KA-ANDAL  kemudian ditelaah secara lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menetukan besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan olehj pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menetukan dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.
    •  Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
    RKL adalah dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.
    •  Rencana Pemantauan Lingkungan hidup (RPL)
    RPL adalah dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.

    WAKTU PELAKSANAAN   
    Kegiatan wajib AMDAL dan UKL-UPL membutuhkan Izin Lingkungan sebagai prasyarat untuk memperoleh Izin Usaha atau izin kegiatannya, sebagaimana diamanahkan UU Nomor 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Izin Lingkungan hanya dapat diterbitkan jika rencana kegiatan sudah memiliki Surat Kelayakan Lingkungan. Jadi tanpa AMDAL dan UKL-UPL suatu kegiatan tidak akan mendapatkan izin untuk memulai aktivitasnya. Keterkaitan AMDAL dengan perizinan ini jelas memperkuat posisi AMDAL. Pemerintah kabupaten/ kota menempatkan Izin Lingkungan sebagai prasyarat izin yang mengesahkan suatu rencana dasar.